WAJIB
DAFTAR PERUSAHAAN
1.
Dasar hukum wajib Daftar Perusahaan
Wajib
daftar perusahaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982.
Pendaftaran perusahaan ini penting bagi pemerintah guna melakukan pembinaan,
pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat.
Selain
itu wajib daftar perusahaan ini memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengikuti
secara seksama keadaan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing.
Bagi
dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari
praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll)
Selain
itu daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan
antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada
perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tujuan
Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan
kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan
terbuka, serta pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan
ekonomi lemah.
2.
Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
Daftar
Perusahaan → daftar catatan resmi yang diadakan berdasarkan ketentuan undang-undang
dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang
dari kantor pendaftaran perusahaan.
Perusahaan
→ setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap
dan terus-mneerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Pengusaha
→ setiap orang perorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan
sesuatu jenis perusahaan.
Usaha
→ setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian,
yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan
atau laba.
Menteri
→ menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
3.
Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
→memcatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan
merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan dalam rangka
menjamin kepastian berusaha
Daftar
perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak
Sifat
terbuka → daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai
sumber informasi.
4.
Kewajiban Pendaftaran
Setiap
perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan, Pendaftaran wajib
didaftarkan oleh pemiliknya atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau
dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
Jika
perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, maka pendaftaran boleh dilakkan oleh
salah seorang dari pemilik perusahaan tersebut.
Badan
Usaha Yang Tidak Perlu Menjadi Wajib Daftar
Setiap
perusahaan Negara berbentuk perjan → yang dikecualikan dari kewaiban pendaftran
adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba.
Setiap perusahaan kecil perorangan yang
dijalankan oleh sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga terdekat
serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan badan hukum atu suatu
persekutuan. Perusahaan kecil perorangan yang melakukan kegiatan dan atau
memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya sekedar untuk mmenuhi keperluan
nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini adalh termasuk ipar dan menantu.
Usaha
diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit: Pendidikan formal,
pendidikan non formal, rumah sakit, Yayasan.
Bentuk
badan usaha yang masuk dalam wajib daftar perusahaan:
Badan
hukum
Persekutuan
Perorangan
Perum
Perusahaan
Daerah, perusahaan perwakilan asing
5.
Cara & Tempat serta Waktu Pendaftaran
Pendaftaran
dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapka oleh menteri
pada kantor tempat pendaftaran.
Pendaftaran
dilakukan di Kantor departemen perindustrian dan Perdagangan atau Dinas yang
membidangi Perdagangan Kabupaten/Kota selaku kantor pendaftaran Perusahaan
(KPP)
Caranya:
Mengisi
formulir pendaftaran yang disediakan
Membayar
biaya administrasi
Pendaftaran
Perusahan wajib dilakukan oelh pemilik/pengurus/penanggung jawab atau kuas
perusahaan.
Pendaftaran
wajib dilakukan dalam jangkawaktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan
usahanya. Suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat
menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang.
6.
Hal-Hal Yang Didaftarkan
Pengenalan tempat
Data umum perusahaan
Legalitas perusahaan
Data pemegang saham
Data kegiatan perusahaan
Kepada
perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan diberikan
tanda daftar perusahan yang berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal
dikeluarkannya dan wajib dipebaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal
berlakuya berakhir.
Apabila
tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha berkewajiban untuk mengajukan
permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran perusahaan untuk
memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan setelah
kehilangan itu.
Apabila
ada perubahan atas hal yang didaftarkan, wajib dilaporkan pada kantor tempat
pendaftaran perusahaan dengan menyebutkan alas an perubahan tersebut disertai
tanggal perubahan tersebut dalm waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan itu.
Apabila
ada pengalihan pemilikan atau pengurusan atsa perusahaan atau kantor cabang,
kantor pembantu, agen dan perwakilannya, pemilik atau pengurus lama berkewajiban
untuk melaporkan.
Apabila
terjadi pembubaran perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu atau
perwakilannya, pemilik atau pengurus maupun likuidaror berkewjiban untuk
melaporkanya.
SUMBER
:
http://michaelnathanyo.wordpress.com/2013/05/03/bab-9-wajib-daftar-perusahaan/
http://adiputraryan.blogspot.com/2012/05/bab-9-wajib-daftar-perusahaan.html
http://mutiara-ratih.blogspot.com/
HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Pengertian
Hak
Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut
UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HAKI adalah
hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan
kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan
permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan
tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill).
Dengan
begitu obyek utama dari HAKI adalah karya, ciptaan, hasil buah pikiran, atau
intelektualita manusia. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan
intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran
manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3). Setiap manusia
memiliki memiliki hak untuk melindungi atas karya hasil cipta, rasa dan karsa
setiap individu maupun kelompok.
Kita
perlu memahami HAKI untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan
inovasi intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh setiap manusia, siapa
saja yang ingin maju sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing dalam
penciptaan Inovasi-inovasi yang kreatif.
Prinsip-prinsip
Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip
Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah sebagai berikut :
Prinsip
Ekonomi
Dalam
prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir
manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan
kepada pemilik hak cipta.
Prinsip
Keadilan
Prinsip
keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki
kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
Prinsip
Kebudayaan
Prinsip
kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna
meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat,
bangsa dan Negara.
Prinsip
Sosial
Prinsip
sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang
telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang
diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat/ lingkungan
Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam
penetapan HAKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang
Kepabeanan
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak
Cipta
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak
Paten
Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization
Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection
of Literary and Artistic Works
Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan
peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat
dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas
pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh
dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas
Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia.
Klasifikasi
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Secara
umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
Hak Cipta
Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
Hak Paten
Hak Merek
Hak Desain Industri
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Rahasia Dagang
Hak Indikasi
Dalam
tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, Hak Paten, dan Hak Merek.
Hak Cipta
Hak
Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak
ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak
Cipta :
Hak
Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak
cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik
immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud
(benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau
barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang
memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam
penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan
bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku
tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut.
Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang
pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan
keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang
yang mengatur hak cipta antara lain :
UU
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
UU
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
UU
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
UU
Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor
29)
Hak Kekayaan Industri
Hak
kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian,
terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting
untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna
untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya
menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan
produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk
membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan
industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek.
Hak Paten
Menurut
Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah
menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan
penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal
yang dimaksud berupa proses, hasil
produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan
pengembangan hasil produksi.
Perlindungan
hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling
date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
UU
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
UU
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
UU
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
Hak Merk
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan
untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga
memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam
setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat
memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari
masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara
lain :
Merek Dagang
Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek Jasa
Merek
jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek Kolektif
Merek
Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Selain
itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang
sama dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama
mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut, maka pemilik merek dapat
mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan nama
merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan
penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain
itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal
12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang
sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan
hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan,
dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,-
Oleh
karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan
sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan
kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan
semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik individu maupun
kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan
kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap
pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.
Undang-undang
yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
UU
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
UU
Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
UU
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)
Dalam
pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HaKI adalah bagian penting dalam
penghargaan dalam suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan
menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut agar dapat diterima
dan tidak dijadikan suatu hal untuk menjatuhkan hasil karya seseorang serta
berguna dalam pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri dalam
melaksanakan kegiatan perekonomian.
SUMBER
:
http://michaelnathanyo.wordpress.com/2013/05/03/tugas-bab-11-hak-kekayaan-intelektual/
zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
http://mutiara-ratih.blogspot.com/
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Pengertian
Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan
tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Di
Indonesia
UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Repubik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di
Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27 , dan Pasal 33.
Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821
Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.
Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Pengertian
Konsumen
Adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Lebih
lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen, yakni konsumen antara dan
konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka
membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan
pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang
dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen
akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan
untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain
dan makhluk hidup lain.
Sedangkan
dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
·
Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia
terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh
perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.
·
Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang
kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan
pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu
perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk
peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.
Azas
dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1.
Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.
Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.
Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.
Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
Sesuai
dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan
Konsumen adalah
1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri,
2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen,
4.Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen
adalah :
Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan
kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi
konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula
dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila
dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak
bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus
melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan
iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Kewajiban-kewajiban
pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab
pelaku usaha yang akan kita bahas nanti.
Perbuatan
yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam
pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur
perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau
memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan
secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
1.
larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku
usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
tidak
sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
tidak
sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
tidak
sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label,
etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran ,
berat isi atau neto
2.
larangan dalam menawarkan / memproduksi
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar
atau seolah-olah .
Barang
tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu.
Barang
tersebut dalam keadaan baik/baru;
Barang
atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu.
Dibuat
oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
Barang
atau jasa tersebut tersedia.
Tidak
mengandung cacat tersembunyi.
Kelengkapan
dari barang tertentu.
Berasal
dari daerah tertentu.
Secara
langsun g atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
Menggunakan
kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan
tanpa keterangan yang lengkap.
Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3.
larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku
usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang
mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
Menyatakan
barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
Tidak
mengandung cacat tersembunyi.
Tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual
barang lain.
Tidak
menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual
barang yang lain.
4.
larangan dalam periklanan
Pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
Mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau
tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
Mengelabui
jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
Memuat
informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
Tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
Mengeksploitasi
kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan.
Melanggar
etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Klausula
Baku dalam Perjanjian
Di
dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan
klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
menyatakan
pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen.
pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau
jasa yang di beli konsumen.
pemberian
klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli konsumen secara angsuran
mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli
oleh konsumen.
memberi
hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
Pelaku
usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra
jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal
demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan
klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
Setiap
pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami
konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang
cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau
kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha
ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di
dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28.
di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap
produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas
kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara
itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa
menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22
menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus
pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.
Di
dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung
jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk
diedarkan ;
cacat
barabg timbul pada kemudian hari;
cacat
timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
kelalaian
yang diakibatkan oleh konsumen ;
lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang
diperjanjikan.
Sanksi
Sanksi
dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti
dalampoenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial
Belanda
Sanksi
yang melibatkan negara:
Sanksi
internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara
atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.
Sanksi
diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti
misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi
konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
Sanksi
ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas
tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya
makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap
Kuba.
Sanksi
Perdata :
Ganti
rugi dalam bentuk :
Pengembalian
uang atau
Penggantian
barang atau
Perawatan
kesehatan, dan/atau
Pemberian
santunan
Ganti
rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi
Administrasi :
Maksimal
Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19
ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi
Pidana :
1.
Kurungan :
Penjara,
5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Penjara,
2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan
pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
2.
Hukuman tambahan , antara lain :
Pengumuman
keputusan Hakim
Pencabuttan
izin usaha;
Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
Wajib
menarik dari peredaran barang dan jasa;
Hasil
Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
SUMBER
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
http://mutiara-ratih.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar